Searching...
Monday 28 April 2014

Harga Mati Keamanan Laut Indonesia

Posisi Indonesia yang strategis menjadikan negara ini menjadi jalur pelayaran internasional. Ini dapat dilihat dari keberadaan Selat Malaka yang merupakan jalur pelayaran paling penting didunia. Rute perdagangan dari Samudera Hindia menuju Samudera Pasifik menjadikan Selat Malaka sebagai rute tercepat di antara dua samudera ini, yang berarti penghematan biaya operasional. Selain Selat Malaka tiga selat strategis dunia lainnya yang berada di Indonesia yakni Selat Lombok, Selat Sunda dan Selat Makassar. Namun
nilai strategis ini berarti wilayah tersebut membutuhkan pengamanan lebih dari pemerintah pusat dan daerah.
Pengamanan laut wilayah Indonesia erat kaitannya dengan pengamanan wilayah darat. Berbeda dengan darat, pengamanan laut memiliki tantangan tersendiri dikarenakan luasnya wilayah laut Indonesia. Selama ini belum optimalnya keamanan di wilayah laut disebabkan antara lain oleh keterbatasan fasilitas serta sarana dan prasarana pengamanan laut. Brigjen TNI Dody Usodo Hargo mengatakan bahwa Indonesia hanya memiliki 105 KRI untuk mengamankan 5,8 juta kilometer persegi luas wilayah laut Indonesia. Padahal TNI membutuhkan sedikitnya sekitar 500 KRI untuk bisa menjaga wilayah laut yang sedemikian luasnya. Keterbatasan ini menyebabkan Indonesia tidak dapat menghentikan kerugian yang di derita negara akibat berbagai kegiatan illegal di laut. Pembangunan untuk memanfaatkan potensi laut pun terhambat.
Besarnya kerugian akibat lemahnya masalah keamanan laut Indonesia mencapai angka yang fantastis. Anggota Komisi I DPR mengatakan bahwa Indonesia dirugikan sebesar Rp. 152 triliun pada tahun 2011 akibat kegiatan penyelundupan illegal melalui laut. Rinciannya adalah penyelundupan pasir merugikan Indonesia senilai Rp. 72 triliun, penyelundupan BBM senilai Rp. 50 triliun serta penyelundupan illegal logging senilai Rp. 30 triliun. Sementara kerugian yang diderita negara akibat pencurian laut mencapai Rp. 30 triliun menurut BPK. Jika ditotal, jumlah kerugian ini dapat mencapai seperempat jumlah APBN  pada tahun tersebut.
Dalam era otonomi daerah, peran pemerintah daerah dalam berkontribusi terhadap isu keamanan juga semakin vital. Adalah Ir. H. Isran Noor MSi, Bupati Kutai Timur yang berani membeli sebuah kapal patroli yang di beri nama KRI Kudungga, untuk mengamankan perairan Kutai Timur. Pemerintah Kabupaten Kutai Timur kemudian menyerahkan pengoperasian kapal patroli ini kepada TNI-AL, dengan pemerintah kabupaten menanggung biaya operasionalnya.
Pelanggaran perbatasan laut di Kutai Timur dan Kalimantan Timur selama ini meliputi kasus illegal fishing dan illegal trading, yang pada tahun 2012 mencapai 620 ribu pelanggaran. Semenjak pengoperasian KRI Kudungga, bentuk pelanggaran di laut berkurang hingga 92 persen. Padahal untuk pengadaan kapal patroli, pemerintah daerah selama ini harus menunggu turunnya kebijakan dari pemerintah pusat. Selama tidak bertentangan dengan perundang-undangan, inisiatif seorang kepala daerah seperti Isran Noor tentu pantas untuk ditiru oleh kepala daerah lainnya.

Pola pikir maritim sudah sewajarnya ditumbuhkan mengingat Indonesia adalah negera yang memiliki lebih banyak wilayah luat ketimbang wilayah daratan. Isran Noor mengutarakan bahwa kedepannya, peningkatan jumlah kapal patroli laut harus menjadi prioritas. Wilayah laut Indonesia sangatlah luas, dan ini membutuhkan perangkat dan sistem keamanan yang banyak. Tak kalah penting juga, lsran Noor melanjutkan, adalah pengawasan terhadap aparat keamanan Indonesia dari praktik ilegal. Selama ini terdapat kesan bahwa urusan pengamanan dan pengembangan kawasan perbatasan bukan urusan pemerintah daerah, padahal pemecahan permasalahan ini harus dilakukan secara integral.

0 comments:

Post a Comment

 
Back to top!