Posisi
Indonesia yang strategis menjadikan negara ini menjadi jalur pelayaran
internasional. Ini dapat dilihat dari keberadaan Selat Malaka yang merupakan
jalur pelayaran paling penting didunia. Rute perdagangan dari Samudera Hindia
menuju Samudera Pasifik menjadikan Selat Malaka sebagai rute tercepat di antara
dua samudera ini, yang berarti penghematan biaya operasional. Selain Selat
Malaka tiga selat strategis dunia lainnya yang berada di Indonesia yakni Selat
Lombok, Selat Sunda dan Selat Makassar. Namun
nilai strategis ini berarti wilayah tersebut membutuhkan pengamanan lebih dari pemerintah pusat dan daerah.
nilai strategis ini berarti wilayah tersebut membutuhkan pengamanan lebih dari pemerintah pusat dan daerah.
Pengamanan
laut wilayah Indonesia erat kaitannya dengan pengamanan wilayah darat. Berbeda
dengan darat, pengamanan laut memiliki tantangan tersendiri dikarenakan luasnya
wilayah laut Indonesia. Selama ini belum optimalnya keamanan di wilayah laut
disebabkan antara lain oleh keterbatasan fasilitas serta sarana dan prasarana
pengamanan laut. Brigjen TNI Dody Usodo Hargo mengatakan bahwa Indonesia hanya
memiliki 105 KRI untuk mengamankan 5,8 juta kilometer persegi luas wilayah laut
Indonesia. Padahal TNI membutuhkan sedikitnya sekitar 500 KRI untuk bisa
menjaga wilayah laut yang sedemikian luasnya. Keterbatasan ini menyebabkan
Indonesia tidak dapat menghentikan kerugian yang di derita negara akibat
berbagai kegiatan illegal di laut. Pembangunan untuk memanfaatkan potensi laut
pun terhambat.
Besarnya
kerugian akibat lemahnya masalah keamanan laut Indonesia mencapai angka yang
fantastis. Anggota Komisi I DPR mengatakan bahwa Indonesia dirugikan sebesar
Rp. 152 triliun pada tahun 2011 akibat kegiatan penyelundupan illegal melalui
laut. Rinciannya adalah penyelundupan pasir merugikan Indonesia senilai Rp. 72
triliun, penyelundupan BBM senilai Rp. 50 triliun serta penyelundupan illegal logging senilai Rp. 30 triliun.
Sementara kerugian yang diderita negara akibat pencurian laut mencapai Rp. 30
triliun menurut BPK. Jika ditotal, jumlah kerugian ini dapat mencapai
seperempat jumlah APBN pada tahun
tersebut.
Dalam
era otonomi daerah, peran pemerintah daerah dalam berkontribusi terhadap isu
keamanan juga semakin vital. Adalah Ir. H. Isran Noor MSi, Bupati Kutai Timur
yang berani membeli sebuah kapal patroli yang di beri nama KRI Kudungga, untuk
mengamankan perairan Kutai Timur. Pemerintah Kabupaten Kutai Timur kemudian
menyerahkan pengoperasian kapal patroli ini kepada TNI-AL, dengan pemerintah
kabupaten menanggung biaya operasionalnya.
Pelanggaran
perbatasan laut di Kutai Timur dan Kalimantan Timur selama ini meliputi kasus illegal fishing dan illegal trading, yang pada tahun 2012 mencapai 620 ribu
pelanggaran. Semenjak pengoperasian KRI Kudungga, bentuk pelanggaran di laut berkurang
hingga 92 persen. Padahal untuk pengadaan kapal patroli, pemerintah daerah
selama ini harus menunggu turunnya kebijakan dari pemerintah pusat. Selama
tidak bertentangan dengan perundang-undangan, inisiatif seorang kepala daerah
seperti Isran Noor tentu pantas untuk ditiru oleh kepala daerah lainnya.
Pola
pikir maritim sudah sewajarnya ditumbuhkan mengingat Indonesia adalah negera
yang memiliki lebih banyak wilayah luat ketimbang wilayah daratan. Isran Noor
mengutarakan bahwa kedepannya, peningkatan jumlah kapal patroli laut harus
menjadi prioritas. Wilayah laut Indonesia sangatlah luas, dan ini membutuhkan
perangkat dan sistem keamanan yang banyak. Tak kalah penting juga, lsran Noor
melanjutkan, adalah pengawasan terhadap aparat keamanan Indonesia dari praktik
ilegal. Selama ini terdapat kesan bahwa urusan pengamanan dan pengembangan
kawasan perbatasan bukan urusan pemerintah daerah, padahal pemecahan
permasalahan ini harus dilakukan secara integral.
0 comments:
Post a Comment